Belajar Ramah dari Orang Jepang

Ini adalah salah satu catatan sepulang kuliah di negeri sakura. Selalu ada hikmah yang bisa kita ambil dari setiap peristiwa yang kita alami. Catatan ini mungkin salah satunya.
Mendapat kesempatan untuk belajar di luar negeri merupakan suatu anugerah buat siapa saja, termasuk saya. Bagi saya, kesempatan tersebut bukan hanya soal menimba pendidikan secara formal saja, tapi juga termasuk kesempatan untuk mengenal lebih jauh budaya bangsa lain, syukur-syukur bisa mengambil pelajaran dari apa yang saya lihat dan alami selama menempuh kehidupan di luar negeri. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan selama satu tahun untuk belajar di Jepang dan saya bersyukur bisa mendapat pembelajaran hidup yang menurut ukuran saya, nilainya jauh lebih besar ketimbang pendidikan formal.
Banyak hal yang bisa diambil pembelajaran dari budaya dan cara hidup orang Jepang. Ada satu kesimpulan yang cukup membuat kaget bagi saya pribadi, yaitu pola hidup mereka ternyala lebih Islami dibanding dengan kita-kita yang merupakan orang Islam sendiri. Anda boleh tidak sependapat dengan pemikiran saya, tapi ternyata pendapat tersebut ternyata banyak diamini oleh teman-teman lain sesama perantau di sini. Bahkan para senior kami sempat berkelekar, andai saja semua orang Jepang memeluk agama Islam, tentu penghuni surga didominasi oleh orang Jepang.
Banyak fakta yang bisa memperkuat argumen diatas. Soal disiplin, tepat waktu, dan kebersihan merupakan beberapa contoh dari gaya hidup yang sangat mendasar bagi mereka. Dari sini sebenarnya sudah bisa terlihat bahwa mereka telah menerapkan nilai-nilai islam dalam kehidupan budaya mereka. Bukankah Islam sangat menekankan akan pentingnya disiplin dan kebersihan? Hal-hal seperti ini bolehlah disebut sebagai modal yang dimiliki orang Jepang untuk masuk surga seandainya mereka memeluk agama Islam.
Ada satu hal yang ingin saya ceritakan lebih jauh disini mengenai salah satu budaya mereka yang bisa menjadi pembelajaran bagi kita selaku umat muslim untuk introspeksi diri. Simpel sebenarnya, tapi ternyata hal simpel ini justru sudah banyak dilupakan (atau diabaikan?) oleh kita.
Saya ingin bercerita mengenai keramahan orang Jepang. Saya sendiri tidak menyangka ternyata mereka lebih ramah dibandingkan dengan kita, orang Indonesia yang katanya terkenal ramah-ramah dari dahulu. Sejak pertama saya menjejakkan kaki di Negara Jepang, hampir semua orang yang berpapasan dengan saya pasti menyapa, entah itu dibarengi senyuman atau cuma anggukan kepala; yang pasti mereka pasti menyempatkan diri untuk menyapa kita. Tidak peduli apakah tua atau muda pasti dengan mudah mereka akan saling menyapa, termasuk kepada orang asing seperti saya.
Sekedar mengucapkan ohayou gozaimasu (selamat pagi) atau konnichiwa (selamat siang) sudah menjadi kebiasaan otomatis bagi mereka ketika berpapasan dengan orang lain. Lebih jauh lagi, ada sapaan yang membuat saya berkesan, otsukare samadesu (terima kasih atas kerja keras anda) sering diucapkan teman-teman satu asrama dengan saya ketika berpapasan. Betapa mereka begitu menghargai orang lain, walaupun kelihatannya kita tidak melakukan sesuatu apa pun. Betapa mereka saling menghormati orang lain.
Malu? Jelas sebagai orang Indonesia (dan muslim) saya merasa malu. Iri malah. Bagi saya ini seperti tamparan yang cukup keras untuk mengingatkan bahwa budaya ini sudah luntur di masyarakat kita. Indonesia yang katanya negeri yang ramah, orangnya saling bertegur sapa, sepertinya sudah tidak tampak lagi. Banyak diantara kita yang saling cuek tanpa saling mengucapkan salam ketika saling berpapasan. Sering saya lihat orang mulai sibuk dengan kepentingan mereka sendiri, sehingga cukup enggan untuk sekedar mengucap salam kepada orang lain. Yang lebih parah lagi, bahkan sekarang timbul gejala orang tidak mau menjawab ucapan salam dari orang lain.
Sebagai seorang muslim, agama kita telah mengajarkan pentingnya saling mengucapkan salam. Kita punya ucapan salam tersendiri yang tentu lebih baik dibanding sekedar selamat pagi atau selamat siang. “Assalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,..” harusnya menjadi salam yang selalu terungkap ketika kita bertemu orang lain, bukan hanya ketika memulai pidato keagamaan, menelepon orang atau mengetuk pintu saat bertamu ke rumah.
Mari kita renungkan sabda Rasulullah SAW berikut ini, “Kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman, dan kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai (karena Allah). Apakah kamu mau jika aku tunjukkan pada satu perkara jika kamu kerjakan perkara itu maka kamu akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kamu!” (HR. Muslim). Dalam riwayat lain, Rasullulah SAW juga menyampaikan “Wahai manusia! Sebarkanlah salam, hubungkanlah tali silaturrahmi, berilah makan dan dirikanlah shalat malam di saat manusia tertidur lelap; niscaya kalian akan masuk surga dengan damai” (HR. Al-Tirmidzi).
Saling mengucapkan salam memang terlihat seperti perkara yang mudah. Namun ternyata faktanya bicara lain, banyak orang yang sudah melupakan budaya ini. Menurut saya, bagi umat muslim, saling mengucap salam ketika bertemu atau berpapasan dengan orang lain akan menjadi suatu cara untuk mempererat rasa persaudaraan diantara sesama muslim. Indah rasanya jika kita bisa melakukannya terus dalam keseharian kita. Mari kita belajar lagi untuk saling menyapa dan mengucap salam agar kita bisa menjadi muslim yang lebih baik lagi.
Keren Mas,pernah diceritain juga sama senior yang kuliah disana hal seperti ini. Dan selalu membuatku terkagum-kagum. Yuks dimulai dari diri sendiri ….
setuju mbak, pengalaman disana benar-benar memberi saya insight tentang apa yang sering kita abaikan dari keseharian kita.
Hal mudah yang mulai diremehkan. Atau dicuekin?
mungkin karena dianggap sepele, kita seringkali cuek
Duh salah satu negeri impian sayaaa.
semoga nanti diberi kesempatan buat berkunjung ke sana tristan …
Semoga tristan dimudahkan untuk bisa berkunjung ke negeri impiannya suatu hari nanti