Kisah Abdulah, Si Penadah Hujan

Abdulah sedang mejeng di CFD Dago

Namanya Abdulah. Ia punya kesaktian yang bisa membantu orang yang kesulitan air bersih. Abdulah memiliki kemampuan untuk menampung hujan, kemudian menyulapnya jadi air suci. Dari sana ia kemudian bersedekah, mengguyur mereka yang hendak bersuci, bersujud menghadap ilahi.

Jangan salah, Abdulah bukan orang. Ia adalah instalasi penampung hujan yang mendaurnya hingga menjadi air bersih. Ia memang diciptakan khusus untuk memenuhi kebutuhan air wudhu di masjid atau mushola, terutama untuk daerah yang kering dan kesulitan air tanah. Kalau mau tahu nama kerennya, ABDULAH itu singkatan dari Akuifer Buatan Daur Ulang Air Hujan.

ABDULAH merupakan salah satu produk inovarif yang dihasilkan para peneliti di PUSAIR (Pusat Litbang Sumber Daya Air) yang merupakan bagian dari BalitbangPUPR (Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Kemarin, 19 November 2017, saya berkesempatan untuk mengorek lebih jauh informasi tentang ABDULAH ini di acara Publikasi Produk Litbang Terpadu yang diselenggarakan oleh BalitbangPUPR di lokasi Car Free Day, Dago Bandung. Acara ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian peringatan hari Bakti Pekerjaan Umum (HarbakPU), semacam ulang tahunnya kementerian PUPR.

Deskripsi ABDULAH (Sumber: BalitbangPUPR)

Di acara tersebut saya berkesempatan ngobrol dengan dua peneliti Pusair BalitbangPUPR, Ibu Nur Fizili Kifli dan Pak Eko Winar Irianto. Dari keduanya saya mendapat informasi mendalam tentang ABDULAH.  Selain Abdulah, ada dua produk Pusair lainnya yang dipamerkan di gelaran acara Car Free Day ini, yatu EcoTech Garden dan ABSAH.

Mereka yang melahirkan ABDULAH dan ABSAH

Kata kedua peneliti ini, ABDULAH sendiri diciptakan menggunakan prinsip konservasi air hujan, dimana air hujan yang ditampung di akuifer buatan akan dialirkan melalui serangkaian proses penyaringan filtrasi dan sedimentasi. Ada pasir halus, kerikil, pasir kasar, lembaran ijuk dana rang. Setelah melewati proses penyaringan ini, diharapkan air yang mengocor di keran wudhu bisa lebih bersih dan suci. Hebatnya, air yang telah digunakan berwudhu kemudian diproses ulang kembali. Keren kan?

Selain Abdulah, ada juga saudara kembarnya, ABSAH. Prinsipnya mirip dengan Abdulah namun dibangun untuk skala yang lebih besar, untuk komunitas. Absah merupakan produk inovasi berupa Bangunan Penyedia Air Baku mandiri. Katanya, implementasi ABSAH ditujukan untuk daerah yang sulit air tanah, namun memiliki potensi air hujan yang cukup baik.

“ABSAH itu Akuifer Buatan Saringan Air Hujan. Jadi kita mengikuti prinsip akuifer air tanah yang mengalir dari permukaan ke dalam tanah yang melewati berbagai saringan lapisan tanah,” Kata Ibu Nur Fizili mengenai prinsip teknologi ABSAH ini.

ABSAH cocok diterapkan di daerah yang sulit air namun memiliki intensitas hujan yang tinggi (sumber: BalitbangPUPR)

“Sebenarnya ABSAH ini meniru proses perjalanan air melewati lapisan tanah alami. sehingga ia akan lebih baik, paling tidak untuk air baku,” tambah Pak Eko melengkapi.

Apa bedanya ABSAH dengan Penampung Air Hujan (PAH) biasa? Dalam ABSAH air hujan ditampung dalam bak besar, kemudian dialirkan pada sekat-sekat penyaringan atau filter. Ada proses pengolahan lebih lanjut disana.

“Kalau penampung air hujan biasa kan air ditampung kemudian digunakan langsung. Nantinya tak bisa disimpan dalam waktu lama, kualitasnya cepat berubah, juga kalau ditampung lama akan tumbuh lumut sehingga kurang baik untuk digunakan, tidak higienis” Jelas Ibu Nur Fizili.

Satu catatan yang diberikan Ibu Nur Fizili adalah bahwa air ABSAH ini air yang mahal, jika melihat proses penyaringan yang dilakukan dan juga biaya untuk instalasinya. Namun dalam pemeliharaannya bisa terhitung murah. Karena itulah untuk mengeluarkan ari dari instalasi ABSAH ini harus menggunakan pompa air, timba dan tidak digelontorkan sesukanya. Ini tak lain agar pengeluarannya terkontrol sehingga diharapkan ia bisa memenuhi kebutuhan komunitas dalam rentang waktu sepanjang tahun.

==

Saya sendiri hadir diacaranya BalitbangPUPR ini karena diundang bareng rekan blogger lainnya dari Kompasianer Bandung. Tahu kan kalau saya juga menulis di blog sosial Kompasiana? Dari kompasianalah saya mendapatkan job yang menyenangkan ini. Disuruh meliput cuy…

Saya bareng Kompasianer lainnya yang hadir di acara Publikasi Produk Litbang Terpadu BalitbangPUPR, Car Free Day Dago.

Jujur, ketertarikan saya untuk mengikuti acara ini adalah penasaran akan produk-produk yang dihasilkan peneliti BalitbangPUPR ini. Iya, saya selalu tertarik pada hal-hal yang berbau ilmiah, apalagi ini kerjaan peneliti. Pekerjaan sebagai peneliti itu menurut saya mah keren banget…

Tapi kadang saya skeptis, dalam pemikiran saya yang sempit ini, kerja peneliti itu ibarat kerja di langit, di menara gading yang menjulang tak terjangkau. Saya sering menganggap mereka bekerja dengan kacamata kuda, terlalu berkutat dengan disiplin keilmuan mereka tanpa melihat problematika disekitarnya.

Ragam keseruan acara HarbakPU di Car Free Day Dago

Cek saja, adakah kamu mengerti hasil riset bidang fisika atau kimia pemenang nobel? kok saya gak ngudeng ya? Asa terlalu tinggi gituh. Sementara ada persoalan mendasar di masyarakat yang perlu sumbangsih pemikiran otak mereka untuk menghasilkan solusinya. Sebut saja, soal sampah, permukiman kumuh, kekurangan air bersih, atau rumah yang layak huni. Ini hanya sebagian persoalan krusial yang hadir di depan mata kita.

Tapi skeptisme saya berubah. Ketika berkeliling di sekitar lokasi tempat digelarnya hajatan BalitbangPUPR ini, saya dibuat melongo. Pasalnya saya disodori beragam produk yang begitu membumi, prinsipnya bisa dimengerti serta sederhana untuk diimplementasikan. Bukankah harusnya seperti ini kerja seorang peneliti? Dua jempol untuk para peneliti BalitbangPUPR deh…

Pengunjung Car Free Day menyimak produk-produk BalitbangPUPR yang dipamerkan

Think again, bukankah produk ABDULAH dan ABSAH begitu simpel prinsip kerjanya? Rasanya tak perlu seorang akademisi bergelar doctor untuk menginstalnya di masyarakat. Asal ada panduannya, tukang-tukang bangunan pun bisa membuatnya. Bahan-bahannya juga begitu mudah didapatkan.

Selain ABDULAH dan ABSAH, ada teknologi aspal plastik yang mendaur plastik sebagai bahan untuk campuran aspal. Bukankah ini bisa jadi solusi bagi masalah sampah plastic yang susah terurai di alam?

Produk Inovatif BalitbangPUPR lainnya

Saya optimis, produk-produk inovatif BalitbangPUPR ini bisa menjadi solusi bagi permasalahan permukiman. Kita tahu, kota-kota di Indonesia masih berkutat dengan hal-hal tersebut. Tinggal bagaimana sosialisasinya, kemudian mengimplementasikannya secara massif di seluruh wilayah Indonesia. Insya Allah masalah lingkungan bisa beres!

Terakhir, saya ingin mengucapkan selamat Hari Bakti PU Ke-72. Semoga saja kedepannya akan semakin banyak produk-produk inovatif lain yang dihasilkan oleh BalitbangPUPR sebagai solusi bagi permasalahan lingkungan kita.

Kerja, kerja, kerja!!!

 

 

Ofi Gumelar

2 thoughts on “Kisah Abdulah, Si Penadah Hujan

  1. whuiih, keren.. tulisannya lengkap, detailnya padat
    pikiran sy pernah mimpi kayak gini juga, tiap wudlu di musala/Masjid sayang airnya yg terbuang..

    Mantap, menginspirasi.. lanjut kangbro..! (Y)

Leave a Reply to Ofi Gumelar Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *