Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Penanganan Covid-19

Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Penanganan Covid-19

Dunia sedang dilanda pandemi virus Corona. Penyebarannya semakin cepat melintasi batas wilayah negara. Indonesia termasuk yang terdampak. Dalam rangka penanganannya, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk merealokasi anggaran instansi pemerintah dan mempercepat proses Pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19. Pertanyaannya, bagaimana sih mekanismenya?

Pada periode akhir tahun 2019 lalu, dunia digemparkan dengan merebaknya virus Corona yang terkonfirmasi pertama kali di Wuhan, Cina. Sejak itu kabar menyebarnya virus yang secara resmi disebut Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) ini diberitakan oleh berbagai negara. Namun, sampai periode Maret 2020, Indonesia belum mengkonfirmasi akan temuan virus tersebut di dalam negeri.

Meskipun begitu, sebenarnya pemerintah telah menetapkan status keadaan darurat nasional akibat virus yang belum ditemukan obatnya ini. Hal ini merujuk pada Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 9A Tahun 2020 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Corona Virus Di Indonesia tertanggal 28 Januari 2020. Status ini berlaku selama satu bulan sampai 28 Februari 2020. Tapi kalau dilihat dari hasil scan surat keputusan ini yang diunggah BNPB, ternyata suratnya dibuat penomoran mundur karena di situ ada form permohonan mundur tertanggal 21 Februari 2020. Eh, ini gimana sih?

Namun, tetap saja kita masih adem ayem karena semasa itu belum ada kabar apa pun soal kehadiran virus corona di negara kita. Saya bahkan sempat melaksanakan umroh di awal Februari 2020.

Status keadaan darurat ini kemudian diperpanjang sampai dengan 29 Mei 2020 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 13A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Corona Virus Di Indonesia.

Kabar mengenai adanya virus corona di Indonesia disampaikan presiden Jokowi pertama kali pada tanggal 2 maret 2020. Sejak itu, pemberitaan bergulir cepat dengan semakin banyaknya jumlah warga yang terdampak entah itu pasien yang meninggal, positif corona, Pasien Dalam Pengawasan maupun Orang Dalam Pengawasan.

Pemerintah kemudian melaksanakan berbagai upaya mengatasinya. Sebagai upaya pencegahan, masyarakat diminta tinggal dirumah dan mengurangi aktifitas bersosialisasi .  Institusi Sekolah memberlakukan belajar di rumah, karyawan dialihkan untuk work from home, dan berbagai kegiatan yang mengundang pengumpulan massa dihimbau untuk ditunda. Sementara untuk penanganan, disiapkan berbagai rumah sakit rujukan serta Pengadaan alat kesehatan.

Dengan semakin meluasnya sebaran virus ini, pada tanggal 20 Maret 2020 Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penaganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Inpres ini memerintahkan instansi pemerintah untuk mengganti anggaran yang bukan prioritas dan tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat untuk dialihkan pada alokasi penanganan Covid-19.  Inpres ini dapat menjadi dasar hukum bagi percepatan Pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan pemerintah pusat maupun daerah dalam rangka penanganan Covid-19.

Penanganan Covid-19 perlu direspon secara cepat (sumber: IG @lkpp_ri)

Namun, jika dibaca lebih lanjut sepertinya inpres ini berfokus pada Pengadaan barang dan jasa yang berhubungan dengan alat kesehatan atau sejenisnya. Hal ini merujuk pada klausul Kelima yang berbunyi, “Melakukan Pengadaan Barang dan Jasa alat kesehatan dan kedokteran untuk penanganan Corona Virus Disease 19 9 (Covid-19) dengan memperhatikan barang dan jasa sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan.” Bisa dimaklumi, kita kerap membaca banyak tenaga medis yang kekurangan APD (Alat Pelindung Diri), bagaimana pula masker dan handsanitizer jadi barang langka di pasaran. Belum lagi kebutuhan untuk test medis dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana dengan Pengadaan barang dan jasa di luar sektor kesehatan? Padahal dampak Covid-19 ini tak hanya soal kesehatan. Bagaimana dengan dampak sosial dan ekonomi yang terjadi? Kebetulan juga  pada hari selasa kemarin, 24 Maret 2020, Presiden Jokowi dalam telekonferensinya dengan para gubernur meminta agar pemerintah daerah menyiapkan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19.

Kita tahu soal dampak bencana virus ini bukan hanya soal kesehatan belaka, ada dampak lainnya yang juga perlu diperhatikan. Di media sosial marak beredar bagaimana pendapatan para ojol yang menurun drastis orderannya. Di sisi lain, ada pedagang kecil di sekolah yang kehilangan konsumennya akibat Kebijakan sekolah di rumah, dan tentu saja ada banyak lapisan masyarakat lainnya yang juga turut terdampak.

Pertanyaannya, bagaimana mekanisme Pengadaan barang dan jasa untuk merespon perintah presiden tersebut? Serta untuk mempercepat tersalurkannya bantuan dan penanganan masyarakat yang terkena dampak akibat bencana ini?

Mekanisme Pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018). Pasal 59 peraturan presiden ini merinci Pengadaan barang dan jasa untuk penanganan keadaan darurat. Salah satu mekanismenya adalah dengan menunjuk langsung penyedia  (pengusaha) terdekat yang dianggap mampu untuk melaksanakan kegiatan. Jadi tidak lagi melewati tahapan tender/seleksi sebagaimana keharusan dalam kondisi biasa/umum.

Lebih jauh mekanisme Pengadaan barang dan jasa dalam keadaan darurat ini telah diuraikan secara rinci dalam Peraturan turunan dari Perpres 16/2018 ini, yaitu dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor  13  Tahun  2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat (Perlem LKPP 13/2018). Nah, simpelnya instansi pemerintah dapat menggunakan dasar hukum ini dalam Pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19.

Merespon Inpres 4/2020 diatas serta sebagai penjelasan mekanisme kegiatan Pengadaan barang dan Jasa dalam penanganan Covid-19, LKPP RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), sebagai panduan bagi instansi pemerintah dalam pelaksanaannya.

Kebetulan, beberapa waktu lalu seorang kawan di salah satu dinas bertanya perihal Pengadaan beras untuk bantuan bagi para pedagang kecil yang tak bisa berjualan akibat Kebijakan sekolah di rumah. Apakah bisa dilaksanakan sesuai mekanisme pasal 59 Perpres 16/2018 dan Perlem LKPP 13/2018 ini?   

Lalu bagaimana dengan kegiatan penyediaan sarana wastafel di pasar tradisional dan area publik dalam upaya pencegahan penyebaran covid-19? Apakah bisa dilaksanakan sesuai mekanisme pasal 59 Perpres 16/2018 dan Perlem LKPP 13/2018 ini?

Merujuk pada peraturan-peraturan diatas, saya jawab : Bisa. Tentu saja sebelumnya saya pun sudah berdiskusi terlebih dahulu dengan pakar Pengadaan serta narahubung LKPP RI.

Oke, mari kita cek bagaimana sih mekanisme Pengadaan barang dan jasa menurut peraturan-peraturan tersebut diatas. Dalam hal bekerja sama dengan penyedia, ada 4 mekanisme yang dapat ditempuh oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada suatu perangkat daerah. Btw, untuk yang masih awam, PPK itu adalah pejabat yang ditunjuk dan bertanggung jawab memastikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan (dari awal sampai akhir) di suatu instansi pemerintah.

Nah, ini dia mekanismenya:

  1. PPK dapat menunjuk langsung penyedia melalui katalog elektronik (e-purchasing). Metode ini terkenal paling simpel gak pake ribet. Penunjukan dapat dilaksanakan walaupun harga perkiraan belum ditentukan.
  2. Untuk Pengadaan barang: Menerbitkan surat pesanan kepada penyedia –> Meminta penyedia menyediakan bukti harga kewajaran –> Melakukan pembayaran berdasarkan barang yang diterima.
  3. Untuk Pengadaan pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi: Menerbitkan SPPBJ dan SPMK –> Meminta penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga –> Menandatangani kontrak dengan penyedia berdasarkan Berita Acara Perhitungan Bersama dan Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan –> Melakukan Pembayaran.

Selain Pengadaan melalui penyedia, Pengadaan barang dan jasa dalam keadaan darurat juga bisa dilaksanakan secara swakelola? Perlem LKPP 13/2018 merinci tahapannya sebagai berikut:

a. mengkoordinasikan pihak lain yang akan terlibat dalam penanganan darurat;

b. pemeriksaan bersama dan rapat persiapan;

c. pelaksanaan pekerjaan; dan

d. serah terima hasil pekerjaan

Metode pengadaan pengadaan barang/jasa (sumber: IG @lkpp_ri)

Dibalik mekanismenya yang mungkin terasa lebih simpel, tentu saja ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh PPK dalam pelaksanaannya. Apalagi ini menyangkut “penunjukan langsung” yang notabene sensitif karena tak ada proses kompetisi atau seleksi didalamnya. Kata “Penunjukan Langsung” selalu mengundang perhatian auditor untuk memeriksa lebih rinci. Karena itu, perlu kehati-hatian dalam melaksanakannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

Kapan mekanisme ini bisa dilakukan?

Untuk kegiatan penunjukan langsung yang berhubungan dengan Covid-19, dapat dilaksanakan selama masa status keadaan Darurat tertentu. Ini bisa merujuk pada masa waktu status keadaan darurat sebagaimana SK Kepala BNPB RI Nomor 13a/2020 yang memperpanjang status keadaan darurat sampai dengan 29 Mei 2020. Jadi, kalau statusnya sudah lewat atau tidak diperpanjang, artinya sudah bukan lagi keadaan darurat.

Perlukah Pemerintah Daerah Menetapkan Status Darurat Terlebih Dahulu?

Pertanyaan ini mungkin khusus bagi perangkat daerah di pemerintahan provinsi atau Kabupaten/kota. Perlem 13/2018 memang mensyaratkan status keadaan darurat terlebih dahulu untuk bisa menggunakan mekanisme penunjukan langsung ini.

Jawabannya, tidak perlu. Bukankah status keadaan darurat sudah ditetapkan secara Nasional melalui Surat Keputusan Kepala BNPB RI? Artinya secara nasional memang kita dalam keadaan darurat bencana akibat virus Covid-19. Kalau sudah me-nasional artinya berlaku di mana saja.

Bagaimana menentukan kegiatan tertentu dapat dikategorikan sebagai upaya penanganan Covid-19?

Perincian detail peruntukan kegiatan ini perlu dituangkan dalam dokumen perencanaan. Proses pengadaan barang dan jasa sendiri sebenarnya terdiri dari tiga tahap, tahapan perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian/pembayaran.

Tahap perencanaan ini meliputi identifikasi kebutuhan barang/jasa; analisis ketersediaan sumber daya; dan penetapan cara Pengadaan Barang/Jasa.  Pada tahapan perencanaan inilah dapat diidentifikasi maksud dan tujuan kegiatan, serta jenis Pengadaan barang dan jasa apa yang dibutuhkan untuk penanganan covid-19. Hasilnya kemudian dituangkan dalam dokumen perencanaan secara mendetail.

Untuk memastikan bahwa kegiatan tertentu memang ditujukan untuk penanganan Covid-19, sebenarnya dapat diindikasikan dengan realokasi anggaran sebagaimana inpres presiden nomor 4/2020. Maksudnya, jika kegiatan ini muncul dadakan (atau istilahnya anggaran parsial ya?) dan tidak direncanakan sejak penyusunan kegiatan rutin tahun 2020, maka akan lebih mudah menunjukan jika kegiatan tersebut memang diperuntukan alokasinya sebagai penanganan Covid-19. Kalau anggarannya sudah direncanakan sejak sebelum status darurat ini berlaku mungkin termasuk kategori Pengadaan biasa/umum saja. Simpelnya sih ada realokasi anggaran.

Bagaimana soal kriteria penyedia yang ditunjuk?

Ini juga aspek yang bisa mengundang pertanyaan beruntun dari auditor. Apa dasarnya menunjuk penyedia? Balik lagi, sebenarnya untuk memilih penyedia pastikan ia adalah penyedia yang memang berkompeten di bidangnya. Semisal, Pengadaan beras bagi masyarakat miskin. Kalau bisa bekerja sama dengan Bulog, kenapa nggak? Atau bekerja sama dengana distributor beras. Lebih spesialis akan lebih bagus.

Saran saya, baiknya jangan menunjuk penyedia yang bersifat “Palu Gada”… yang punya segambreng ijin Pengadaan tapi gak fokus. Untuk menunjuk penyedia pelaksana kegiatan juga bisa berdasarkan pengalaman penyedia dalam melaksanakan pekerjaan sejenis pada tahun-tahun sebelumnya. Istilahnya, punya track record yang bagus laah.

Btw, kalau semisal bisa ditunjuk kepada UKM, kenapa nggak? Kan bisa menolong mereka juga dalam kondisi sulit seperti ini. iya gak?

Siapa saja yang perlu dilibatkan?

Dalam Inpres 4/2020 presiden menyebut perlu adanya pendampingan dari LKPP RI dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pemerintah) untuk memastikan semuanya berjalan sesuai ketentuan. LKPP sendiri dalam websitenya telah menyediakan narahubung bagi setiap instansi pemerintah yang perlu berdiskusi dalam pelaksanaan kegiatan penanganan Covid-19 ini. Well, sebagaian konten Tulisan ini juga berdasarkan diskusi dengan narahubung LKPP tersebut). Sementara BPKP katanya sedang menyiapkan pedoman pelaksanaannya. Semoga bisa lebih cepat yaa ,…

Perlem  LKPP 13/2020 sendiri mewanti-wanti agar mekanismenya didampingi oleh APIP (Aparatur Pengawas Intern Pemerintahan, biasanya instansi inspektorat). Pasal 7 Peraturan ini menyebutkan, “APIP mengawasi dan memberikan pendampingan untuk kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat sejak proses perencanaan sampai dengan pembayaran”. Nah, biar aman yaa libatkan pihak inspektorat sebagai legitimasi tahapan-tahapan Pengadaan telah dilaksanakan sesuai ketentuan.

Yang terpenting adalah bagaimana Pengadaan barang dan jasa ini dilaksanakan dengan menjunjung tinggi etika Pengadaan yang transparan, akuntabel dan kredibel.  Kemudahan Pelaksanaan Pengadaan barang dan jasa untuk penanganan covid-19 dimaksudkan untuk mempercepat pelaksanaannya agar bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, bukan dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang.

Ditengah maraknya penyebaran virus Covid-19 ini, saya pikir peran PPK yang memegang amanah untuk kegiatan penanganan Covid-19 sungguh sangat mulia. Demi tugas yang mulia ini, kita perlu laksanakan mekanismenya secara akuntabel dan kredibel.

Terakhir, semoga saja bencana ini cepat berlalu.  

Ofi Gumelar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *