Merangkai Ulang Kepingan Puzzle Negeri Nusantara Yang Tercecer

Jika dianalogikan sebagai sebuah puzzle besar, Indonesia terdiri dari berjuta kepingan-kepingan puzzle yang berbeda ukuran, bentuk dan warna. Ketika salah satu kepingan tercerabut, maka keutuhan puzzle bernama Indonesia ini sedang terancam. Faktanya, kini kepingan-kepingannya banyak yang tercecer. Perlu ada upaya untuk merangkai kembali kepingan-kepingan yang tercerai berai ini. Iya, kebhinekaan kita sedang dipertaruhkan.
Ada sesuatu yang berbeda pada rangkaian perayaan HUT Ke-72 Republik Indonesia kemarin. Tak biasanya, Presiden, wakil presiden dan para pembantunya mengenakan pakaian adat ketika menghadiri perayaan tersebut. Tengok saja, saat menyampaikan pidato di DPR/MPR presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Makasar, daerah asal wakil presiden Jusuf Kalla. Sebaliknya, wakil presiden mengenakan pakaian adat jawa, daerah asal presiden Jokowi. Sementara pada saat upacara bendera 17 Agustus di Istana Merdeka, bukan hanya presiden dan wakil presiden yang berbaju adat, tetapi juga seluruh menteri serta mantan presiden dan wakil presiden RI kompak mengenakan baju adat.
Saya mencoba meresapi makna dibalik dress code yang dipakai para petinggi negara dalam perayaan HUT RI kali ini. Bagi saya ini adalah cara yang cerdik presiden Jokowi untuk mengingatkan soal kebhinekaan negeri ini. Iya, Indonesia itu dibangun dari berbagai suku bangsa yang tentu saja memiliki adat dan budaya tersendiri. Dengan mengenakan pakaian adat ini, Jokowi seolah ingin mengatakan bahwa kita memang saling berbeda, tetapi disatukan dengan jiwa nasionalisme yang sama, Indonesia.

Apa yang dilakukan petinggi negara ini perlu diapresiasi. Hari ini kita melihat bagaimana kebhinekaan negeri ini sedang digoyang. Seringkali kita melihat bagaimana ego seseorang dan sekelompok orang yang memaksakan kehendak atau pemikiran mereka pada kelompok yang lain. Ujaran kebencian, provokasi dan caci maki, termasuk pada petinggi negara begitu mudah terlontar. Pada akhirnya kita terpolarisasi pada dua kelompok yang saling bertentangan yang mengancam kesatuan bangsa.
Salah satu fakta yang menarik dari ancaman perpecahan bangsa ini adalah bagaimana peranan internet, khususnya media sosial yang memiliki kontribusi besar. Kebebasan bersuara yang disodorkan media sosial membuat orang begitu mudah mengupload informasi yang tidak valid, hoax dan provokatif bahkan terorisme. Kita bahkan seringkali lupa melakukan check and recheck dan tergoda untuk memviralkan berita tersebut. Pada akhirnya terjadilah saling berbalas komentar yang pada akhirnya malah menjurus pada pertengkaran dan permusuhan yang tajam. Tanpa terasa, pola transaksi media sosial seperti ini menggiring bangsa kita pada perpecahan.
Ngaku saja, pernahkah kamu men-share informasi yang tak diketahui validitasnya? Jujur, saya pernah sesekali dengan gampang meng-klik tombol share satu tulisan hanya karena tergoda akan isinya yang menarik, tanpa saya sadari apakah informasi tersebut Hoax atau bukan. Padahal, aksi sederhana ini bisa saja memacu dampak yang lebih besar, termasuk meruncingnya perbedaan di masyarakat.
Kekhawatiran akan dampak besar penggunaan media sosial ini terhadap disintegrasi bangsa disadari betul oleh pemerintah. Hari ini, Selasa 22 Agustus 2017 saya diundang oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) untuk mengikuti acara flash blogging bertema 72 Tahun Memperkokoh Kebhinekaan Dalam Membangun Negeri. Dalam acara ini hadir Prof. Karim Suryadi sebagai pakar komunikasi dan Enda Nasution sebagai praktisi blogging. Acara ini sendiri dibuka oleh Kepala Diskominfo Jabar, Dr. Hening W dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo Ibu Rosarita Niken Widiastuti.
Dari kegiatan ini, ada banyak informasi yang membuat saya tercengang akan fakta-fakta seputar aktivitas dunia maya ini. Ibu Rosarita memaparkan angka statistika seputar aktifitas dunia maya ini. warga Indonesia sendiri terkenal aktif di dunia maya. Katanya dalam sehari kurang lebih ada 10 juta status/informasi yang di-update di media sosial, sementara soal postingan blog ternyata ada 500 tulisan blog yang diposting setiap menit. Tentu saja dari sejumlah postingan tersebut terselip banyak informasi negatif, baik berupa Hoax, fitnah, caci maki dan ujaran kebencian. Dan ternyata, 10 persen dari netizen aktif adalah penulis informasi negatif yang banyak diviralkan. Mereka mencoba mencari keuntungan ekonomis tanpa memperdulikan dampak dari konten yang diproduksinya.
Kini, Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang berupaya mengcounter informasi negative tersebut. Salah satunya melalui kegiatan yang saya ikuti ini. Kemarin-kemarin kita membaca Indonesia memblokir platform media sosial Telegram. Ini adalah salah satu upaya yang dilakukan kemenkominfo untuk menjaga kebhinekaan kita dari dampak media sosial tersebut. Sebelumnya, mereka juga telah memblokir 800 ribu situs yang meresahkan yang berisi konten pornografi, terorisme, radikalisme, ujaran kebencian dan sejenisnya.
Pada kesempatan ini, Ibu Rosita mengajak blogger untuk membuat Tulisan ygn menggugah rasa nasionalisme dan kebangsaan. Kita perlu menyadari bahwa Indonesia tercipta secara beragam, bahwa para founding father rela berjuang demi menjaga kebhinekaan negeri ini. Masyarakat kita perlu disadarkan bahwa kita disatukan oleh 4 pilar, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal ika sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
Pertanyaannya, Mengapa kebhinekaan itu penting? Untuk menjawabnya, saya ingin mengutip apa yang disampaikan Prof. Karim Suryadi dalam kegiatan ini. Katanya, untuk melihat Pentingnya kebhinekaan di Indonesia kita bisa melihat dari analogi keaneragaraman hayati. Ternyata, kajian ilmiah menunjukkan bahwa semakin beragam tanaman yang ditanam, semakin kuat tanaman itu, karena hama tak akan memakan semuanya.

Prof. Karim kemudian menyampaikan pengalaman pemerintah masa orde baru yang menginstruksikan petani untuk menanam padi yang seragam melalui varietas IR. Ternyata hasilnya malah gagal panen secara Nasional akibat serangan hama wereng. Begitu pula dengan keragaman negeri ini, Kebhinekaan adalah pondasi yang bagus untuk menjaga keutuhan bangsa.
Menuntut keseragaman adalah hal yang absurd. Karena faktanya perbedaan kebudayaan lahir dari cara manusia bertahan terhadap tantangan lingkungannya. Jika hewan bertahan dengan merubah anatomi tubuh, manusia bertahan dengan merubah cara hidup mereka. itulah mengapa lahir budaya laut, budaya hutan, budaya perkotaan dan sebagainya. Perbedaan budaya di daerah mencerminkan cara suku bangsa survive. Mengapa kita menuntut keseragaman?
Sayangnya, saat ini bagi Indonesia keragaman seakan-akan menjadi rumput kering yg mudah kebakar. Isu ini perlu dilihat secara radikal, dilihat dari akar persoalan ygn sesungguhnya. Apa yang terjadi pada media sosial saat ini adalah gejala, bukan akar permasalahannya. Karena akar sesungguhnya adalah belum adanya pemahaman akan pentingnya kebhinekaan ini. Menurut Prof. karim, saat ini belum ada pemahaman untuk melihat kebhinekaan secara kultural. Disinilah peranan blogger dituntut untuk dapat menyebarkan tema kebhinekaan dalam setiap postingan-postingannya. Prof. Karim menegaskan bahwa menyebarkan tema kebhinekaan menuntut agreement dan commitment untuk kita dalam menyebarkan tema ini.
Bagaimana cara kita memfilter suatu informasi di dunia maya apakah termasuk berita hoax atau bukan? Setidaknya ada dua indikator yang bisa dilihat. Ini berdasarkan hasil riset Prof. Karim pada anak didiknya, sebagai berikut:
- prinsip korespondensi, berita tersebut terpecaya apabila berhubungan dan didukung fakta yang mereka (pembaca/kita) ketahui
- prinsip koherensi, dengan melacak tulisan2 sebelumnya, tulisan baru akan dipercayai apabila tulisan-tulisansebelumnya valid.
Apa yang disampaikan prof.Karim diatas adalah langkah awal yang sederhana untuk kita lakukan dalam menjaga kebhinekaan kita. Bagi blogger sendiri, bisa dimulai dengan tidak menyebar tulisan negative dan mengisi blognya dengan konten-konten yang bisa meningkatkan rasa cinta tanah air demi menguatkan rasa persatuan kita.
contoh positif yang bisa dilakukan seorang blogger mungkin bisa terlihat pada apa yang dilakukan Enda Nasution dengan merilis gerakan #BijakBersosmed yang mengajak warna netizen untuk lebih bijak dalam melakukan aktivitas sosial media mereka. Memposting tulisan positif dan melawan informasi negatif adalah inti dari gerakan ini.
Ketika kita memposting tulisan yang memperkuat persatuan, ketika kita tidak men-share berita negatif, ketika kita bisa mengklarifikasi beragam informasi negatif dengan informasi yang sebenarnya, saat itulah kita turut serta merekatkan kembali kepingan-kepingan puzzle negeri nusantara ini yang telah terlepas oleh ulah sekelompok orang yang belum memahami makna kebhinekaan.
Intinya, Indonesia itu berbhineka dan ini adalah kekuatan negeri nusantara ini.
Working аs a contract paralegal has elements in its favoг, ɑnd omponents whіch are neegative to sopme people.
If a way of journey and pleasire in уour work life is what would go well with you tthe perfect,
fгeelancing might be an amazing choice for you!
Woah! I’m really enjoying the template/theme of this website.
It’s simple, yet effective. A lot of times it’s tough to get that “perfect balance” between user friendliness and visual appeal.
I must say you have done a fantastic job with this. Additionally, the blog loads extremely fast for me
on Safari. Superb Blog!
Good article! We will be linking to this particularly great content on our site.
Keep up the great writing.