Generasi Muda dan Tantangan Persoalan Korupsi

Ofi Sofyan Gumelar

Persoalan bangsa yang semakin kompleks menuntut adanya solusi menyeluruh untuk mengatasinya. Sudah terlalu lama bangsa ini merindukan perubahan menuju kondisi yang sejahtera sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa ketika memproklamasikan kemerdekaan bangsa. Reformasi lebih dari satu dekade lalu yang berusaha mengembalikan manajemen bangsa ini agar menuju on the track nyatanya sampai saat ini belum juga bisa melepaskan bangsa ini dari belenggu persoalan bangsa yang justru malah bertambah banyak. Tantangan inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang harus bisa segera diatasi.

Sederhananya, kesejahteraan bangsa yang dicita-citakan bisa dilihat dari kondisi perekonomian di semua lapisan masyakarat. Sudahkah mayoritas rakyat bisa mencukupi segala kebutuhan mereka? Bisakah mereka membiayai pendidikan anak-anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi? Mampukah rakyat Indonesia mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah? Dengan segala fakta yang ada, dengan mudah kita bisa mengatakan bahwa bangsa Indonesia masih jauh dari kata ‘sejahtera’.

Salah satu persoalan yang menjadi pangkal masalah sehingga bangsa Indonesia belum bisa mencapai cita-citanya adalah budaya korupsi yang masih menggurita di negeri ini. Korupsi boleh dibilang sebagai persoalan nomor satu yang menggerogoti bangsa ini. Korupsi berjamaah mulai dari level pejabat pusat hingga ke level RT/RW marak terjadi diberbagai pelosok negeri. Budaya korupsi rupanya sudah menjadi sesuatu yang permisif bagi sebagian orang, sehingga ketika seseorang melakukan korupsi kecil-kecilan banyak pihak yang memakluminya. Sadar tidak sadar, hal ini sebenarnya yang menyebabkan orang gampang saja melakukan korupsi yang lebih besar.

Kasus korupsi yang marak terjadi dalam lingkungan birokrasi di negeri ini menyebabkan banyaknya kebocoran anggaran di berbagai pos. Anggaran Negara yang seharusnya diperuntukan bagi pembangunan demi perbaikan kesejahteraan bangsa nyata-nyatanya dipangkas habis akibat perilaku koruptif segelintir pejabat publik, baik di level pusat maupun daerah. Alhasil, alih-alih menyejahterakan rakyat, yang ada hanya sebagian orang saja yang terus menumpuk kekayaannya dengan melakukan tindakan pencurian uang yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Kepentingan rakyat sepertinya bukan menjadi prioritas bagi penyelenggara Negara ini. Mental korupsi dan mendahulukan kepentingan sendiri rupanya lebih menguasai idealisme para pejabat pemerintahan di republik Indonesia ini.

Inilah tantangan terbesar bangsa Indonesia yang harus segera diatasi, korupsi yang sudah terlanjur menggurita dan menjadi budaya hampir diseluruh lapisan masyarakat. Bagaimana pun mental korupsi ini telah mendorong bangsa Indonesia menjauh dari cita-cita kesejahteraan bersama yang (seharusnya?) menjadi tujuan penyelenggaraan pemerintah. Penulis yakin, ketika penyakit korupsi ini bisa diberantas, maka aspek-aspek dasar dalam penyelenggaraan pembangunan bangsa seperti kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur bisa berjalan secara semestinya.

Saatnya yang Muda Memimpin

Tahun 2014 merupakan momentum yang bisa menjadi jalan perubahan bagi bangsa Indonesia. Momen lima tahunan pemilu harusnya menjadi tonggak bagi perbaikan bangsa. Pengalaman beberapa pemilu langsung sejak era reformasi belum juga membawa perubahan positif bagi bangsa Indonesia. Pangkal masalahnya salah satunya karena masih banyaknya orang-orang bermental koruptif yang mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat dan menduduki jabatan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia ini. Tahun ini tipikal orang seperti ini harus bisa direduksi untuk tampil dalam arena pemegang kebijakan publik.

Saat ini adalah waktu yang tepat bagi generasi muda untuk tampil menggantikan para pemimpin bermental koruptif tersebut. Sudah saatnya generasi muda mengambil alih kepemimpinan bangsa, dimana sudah terbukti selama periode pemerintahan sebelumnya tidak mampu mengatasi carut marut persoalan di masyarakat. Penulis yakin banyak orang muda Indonesia yang kapabel untuk maju menjadi pemimpin bangsa, yang bersih dari sifat koruptif dan mempunyai niat tulus untuk memberantasnya. Sayangnya banyak para pemimpin muda potensial tersebut terjegal di awal oleh sikap apatis mereka sendiri terhadap dunia politik.

Namun, perkembangan terkini rupanya sudah menunjukkan trend positif, dimana para pemuda sudah mulai melek bahwa untuk memperbaiki bangsa ini tidak bisa dilawan hanya dengan sikap skeptik dan tidak acuh terhadap gejala yang terjadi dalam krisis moral ini. Kesadaran untuk ikut melibatkan diri dalam penentuan kebijakan umum sudah banyak disadari oleh generasi muda saat ini.

Pengalaman satu dekade lebih bangsa  Indonesia berjuang di masa reformasi untuk mengejar kesejahteraan membuktikan bahwa kita tidak bisa berharap banyak pada para pemimpin saat ini yang terlanjur terjangkiti virus korupsi. Karenanya, sangat wajar jika generasi muda harus mampu menggantikan pemimpin terdahulu ini.

Penulis berkeyakinan masih banyak orang muda Indonesia yang bersih, memiliki integritas tinggi untuk tidak terpengaruh oleh budaya koruptif disekitarnya. Orang-orang seperti inilah yang harusnya bisa maju mengambil alih tongkat kepemimpinan bangsa. Pembenahan birokrasi yang bebas dari praktek korupsi hanya bisa dilakukan oleh orang muda yang masih memiliki idealisme tinggi untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudah terlanjut carut marut ini. Dan 2014 ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk unjuk gigi, merubah paradigma penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih efisien, bebas dari praktek korupsi dan bisa membawa negara Indonesia menjadi lebih baik.

Rumus pemberantasan korupsi sebenarnya bisa sederhana saja, yaitu butuh pemimpin yang bersih, tegas dan berani. Dari ketiga hal ini, yang paling memungkinkan untuk memenuhi kriteria ini ada pada generasi muda yang masih memiliki idealisme tinggi untuk mempertahankan apa yang menjadi konsepnya, tanpa harus terpengaruh oleh perilaku disekitarnya.  Untuk bisa merubah budaya koruptif tersebut, jelas adalah terjun langsung ke pemerintahan untuk merubah dari dalam budaya koruptif tersebut. Terlibat langsung dan mengarahkan pemerintahan yang bebas korupsi adalah cara satu-satunya untuk mengikis budaya koruptif tersebut. Dan ini mungkin kelihatan sederhana dan seperti teori diatas kertas, namun dengan ketegasan dan keberanian penulis yakin rumus ini bisa terwujud.

Ofi Gumelar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *